Minggu, 21 April 2013

TUGAS 2 (Pendidikan Kewarganegaraan)


Tugas 1 (Tentang Perdukunan)
Praktik perdukunan menjadi kata yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini. Dari mulai jagad infotainment hingga ke meja Gedung Dewan Perwakilan Rakyat.  Anggota dewan memperdebatkan pasal santet dalam RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Mirisnya, perilaku musyrik ini tidak hanya dilakukan rakyat kecil, juga orang-orang kaya yang seharusnya memiliki pengetahuan lebih dari itu.  Dalam seminar Alquran yang diselenggarakan di Masjid Al-Ikhlash, Jatipadang, Jakarta Selatan, Ahad (14/4), perihal sihir maupun praktik perdukunan menjadi bahasan utama.
Ustaz Fadhlan Abu Yasir, salah satu pembicara dalam makalahnya mendefinisikan sihir sebagai bentuk meminta bantuan kepada setan untuk mendatangkan manfaat atau menolak bahaya dengan syarat mengakui kekuatan setan. Dia mengungkapkan, hukum mempelajari ilmu sihir atau mengajarkannya adalah haram. Karena itu harus dijauhi dan dihindari oleh umat Islam. Lantas, bagaimana dengan orang-orang yang menjadi korban sihir? Ustaz Fadhlan menyatakan sihir dapat diobati atau diterapi dengan cara Ruqyah Syar'iyah.

Ruqyah Syar'iyah, kata dia, adalah bacaan ayat-ayat Alquran dan doa-doa Rasulullah Muhammad SAW yang dibaca dengan tartil, jelas, dan tanpa merusak makna dan adab-adabnya. Membacanya dilakukan sebagai ibadah kepada Allah SWT dengan penuh ikhlas dan mengharap ridha-Nya. Dia menyebutkan, terapi itu sudah disebutkan dalam surat al-Isra ayat 82. “Keistimewaan Ruqyah Syar'iyyah di antaranya adalah menghidupkan Sunah Rasulullah SAW yang hampir mati,'' tuturnya.
Ia menjelaskan, ruqyah ini sebagai terapi utama bagi orang yang terkena gangguan jin atau mengusir gangguan jin di rumah maupun tempat usahanya. Dia juga menyebutkan, ruqyah sebagai bukti pengaduan hamba yang lemah kepada Allah SWT.  Ruqyah bermanfaat bagi umat Islam. ''Ruqyah bermanfaat bagi orang yang menderita penyakit medis, tekanan kejiwaan, penyakit mental, pembentengan diri, terapi gangguan jin, dan menghancurkan ilmu jin yang pernah dipelajarinya,'' ucapnya. Sekretaris Umum Masjid Al Ikhlas sekaligus salah satu panitia acara, Rahadi Mulyanto, menjelaskan, tema sihir sengaja dipilih karena  menjadi bagian dari kehidupan manusia, bahkan Muslim.
Banyak Muslim yang salah kaprah terhadap sihir. ''Karena itu, seminar kali ini mengambil tema sihir untuk menjelaskan kepada kita (kaum Muslim) tentang sihir,'' ujar Rahadi. Acara seminar Alquran ini rutin diadakan setahun sekali. Ini merupakan seminar ketiga dengan mengangkat tema “Sihir dan perdukunan di Era Modern dalam Perspektif Alquran.”
Acara ini diprakarsai Lembaga Tahfizh Al Quran Raudhatul Huffazh, Jakarta, bekerja sama dengan Himpunan Pemuda dan Pelajar Masjid Al Ikhlash (HIPPMASH) dan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Al Quran (LPLQ) Al Quran. Ketua Pelaksana Agus Rinaldi mengatakan, di era modern praktik sihir sudah banyak yang memanfaatkan media-media massa dan bentuknya pun terlihat seolah-olah sesuai dengan syariat Islam.  ''Di titik inilah kami harus meluruskan soal bentuk-bentuk sihir dan dukun agar umat bisa terhindar dari perilaku syirik dan menyekutukan Allah," katanya. Panitia mengundang dua pembicara inti, yaitu Syaikh Abdullah Al Habr (Dosen Hadits Universitas Ibn Suud, Riyadh, Arab Saudi), dan Ustaz Fadhlan Abu Yasir (Ketua Asosiasi Ruqyah Syar'iyah). Selain itu, ada juga sesi sharing yang mengundang Ustaz Kartolo (mantan dukun).

Tugas 2 (Tentang Era Globalisasi)
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Pada hakikatnya globalisasi adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian di tawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia.
Globalisasi ini berlangsung di semua bidang kehidupan seperti di bidang politik, ekonomi,sos-bud, dan han-kam. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam proses globalisasi. Perkembangan teknologi yang begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Pengaruh dari era globalisasi di jaman sekarang dan di kalangan muda/remaja ;

-          Anak remaja jaman sekarang banyak yang meniru berpakaian orang lain (bangsa barat), dan bahkan sampai menggunakan pakaian yang minim-minim yang memperlihatkan bagian dalam tubuhnya. Kita boleh meniru cara berpakaian bangsa barat tersebut asalkan tidak berlebihan dan selalu ingat dengan budaya ketimuran kita.
-          Dalam teknologi kaum remaja sudah dapat mengakses atau melihat-lihat jaringan internet, untuk mengetahui bagaimana dengan budaya bangsa asing atau lainnya. Namun dengan adanya internet di salah gunakan oleh remaja sekarang , dengan mereka melakukan menguploud video porno atau mereka melihat video tersebut di warnet atau di komputer masing-masing yang sudah menggunakan internet.

Antisipasi Pengaruh Negatif Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme
Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme antara lain yaitu :
1.      Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri.
2.      Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.
3.      Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
4.      Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
5.      Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.
Dengan adanya langkah- langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis pengaruh globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa. Sehingga kita tidak akan kehilangan kepribadian bangsa.

Tugas 3 (Tentang Salah Satu Tokoh wayang)

Tokoh Wayang yang saya ambil pada artikel ini adalah Dewi Kunti



Foto Di atas Adalah Wayang Dewi Kunti

Kunti atau Perta  juga merupakan tokoh penting dalam wiracarita Mahabharata. Ia adalah puteri dari raja Surasena dari Wangsa. Dia adalah ibu kandung tiga putera Pandawa yaitu, Yudhistira, Werkudara (Bima), dan Arjuna. Kunti memiliki saudara yang bernama Basudewa yang tak lain adalah ayah dari Baladewa, Kresna dan Subadra. Selain memiliki anak dari Pandu, Kunti juga memiliki satu putera lagi yaitu Karna.
Semasa bayi nama Kunti adalah Perta namun kemudian ia diadopsi oleh Raja Kuntiboja yang tidak memiliki anak dan semenjak itu ia diberi nama Kunti. Saat Kunti masih muda, ia diberi mantra sakti oleh resi Durwasa agar mampu memanggil Dewa-Dewi yang ia kehendaki. Suatu hari Kunti ingin mencoba mantra tersebut dan ia memanggil salah satu Dewa yaitu Surya. Surya kemudian menanyakan apa yang Kunti inginkan, namun karena hanya mencoba, maka Kunti menyuruh Sang Dewa untuk kembali ke kediamannya. Karena Kunti sudah memanggil Dewa Surya tetapi tidak menginginkan apapun, maka Surya memberikan Kunti seorang putera. Namun Kunti tidak menginginkan putera saat itu, maka ia menghanyutkan Karna di sungai Aswa. Bayi itu kemudian dipungut oleh seorang kusir keraton Hastinapura yang bernama Adirata,  ia lalu memberi nama bayi itu Karna.
Kunti diperistri oleh Pandu, raja di Hastinapura. Pandu juga menikahi Madri (Dewi Madrim) sebagai istri kedua. Namun mereka tidak memiliki anak, ini dikarenakan Pandu mendapat kutukan dari Resi Kindama, bahwa ia tidak akan bisa membuat keturunan, dan bila itu dilakukan maka Pandu akan mati. Dengan mantra yang dikuasai Kunti, maka ia memanggil para Dewa dan meminta putera dari mereka. Datanglah Dewa Yama dan memberi putera pertama untuk mereka yang diberi nama Yudhistira. Dari Dewa Bayu lahirlah Bima, dan yang terakhir Dewa Indra lahirlah Arjuna. Kunti kemudian memberitahu mantra tersebut kepada Madri. Madri behasil memanggil Dewa Aswin dan mendapatkan putera kembar yang diberi nama Nakula dan Sadewa. Kelima putera pandu itu dikenal sebagai Pandawa.
Setelah kematian Pandu dan Madri, maka Kunti mengasuh kelima putera tersebut sendirian. Dan sesuai janjinya kepada Madri, maka ia memperlakukan Nakula dan Sadewa seperti puteranya sendiri. Kunti mengikuti kemanapun puteranya pergi, termasuk ketika para Pandawa dalam masa pembuangan,dia selalu menyertai kelima puteranya dalam suka maupun duka. Setelah perang besar di Kurukhsetra (Bharathayuddha) usai, Kunti bersama ipar-iparnya yang lain seperti Dretarastra (Ayah Korawa), Widura, dan Gandari (Ibu Korawa) meninggalkan kehidupan duniawi. Mereka bertapa di hutan, sampai akhir hayatnya dengan terbakar api suci mereka sendiri.
 
Referensi :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar