Tugas 1 (Tentang Perdukunan)
Praktik perdukunan menjadi kata yang
banyak dibicarakan akhir-akhir ini. Dari mulai jagad infotainment hingga ke
meja Gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Anggota
dewan memperdebatkan pasal santet dalam RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP). Mirisnya, perilaku musyrik ini tidak hanya dilakukan rakyat kecil, juga
orang-orang kaya yang seharusnya memiliki pengetahuan lebih dari itu. Dalam seminar Alquran yang diselenggarakan di
Masjid Al-Ikhlash, Jatipadang, Jakarta Selatan, Ahad (14/4), perihal sihir
maupun praktik perdukunan menjadi bahasan utama.
Ustaz Fadhlan Abu Yasir, salah satu
pembicara dalam makalahnya mendefinisikan sihir sebagai bentuk meminta bantuan
kepada setan untuk mendatangkan manfaat atau menolak bahaya dengan syarat
mengakui kekuatan setan. Dia mengungkapkan, hukum mempelajari ilmu sihir atau
mengajarkannya adalah haram. Karena itu harus dijauhi dan dihindari oleh umat
Islam. Lantas, bagaimana dengan orang-orang yang menjadi korban sihir? Ustaz
Fadhlan menyatakan sihir dapat diobati atau diterapi dengan cara Ruqyah
Syar'iyah.
Ruqyah Syar'iyah, kata dia, adalah
bacaan ayat-ayat Alquran dan doa-doa Rasulullah Muhammad SAW yang dibaca dengan
tartil, jelas, dan tanpa merusak makna dan adab-adabnya. Membacanya dilakukan
sebagai ibadah kepada Allah SWT dengan penuh ikhlas dan mengharap ridha-Nya. Dia
menyebutkan, terapi itu sudah disebutkan dalam surat al-Isra ayat 82. “Keistimewaan
Ruqyah Syar'iyyah di antaranya adalah menghidupkan Sunah Rasulullah SAW yang
hampir mati,'' tuturnya.
Ia menjelaskan, ruqyah ini sebagai
terapi utama bagi orang yang terkena gangguan jin atau mengusir gangguan jin di
rumah maupun tempat usahanya. Dia juga menyebutkan, ruqyah sebagai bukti
pengaduan hamba yang lemah kepada Allah SWT.
Ruqyah bermanfaat bagi umat Islam. ''Ruqyah bermanfaat bagi orang yang
menderita penyakit medis, tekanan kejiwaan, penyakit mental, pembentengan diri,
terapi gangguan jin, dan menghancurkan ilmu jin yang pernah dipelajarinya,''
ucapnya. Sekretaris Umum Masjid Al Ikhlas sekaligus salah satu panitia acara,
Rahadi Mulyanto, menjelaskan, tema sihir sengaja dipilih karena menjadi
bagian dari kehidupan manusia, bahkan Muslim.
Banyak Muslim yang salah kaprah
terhadap sihir. ''Karena itu, seminar kali ini mengambil tema sihir untuk
menjelaskan kepada kita (kaum Muslim) tentang sihir,'' ujar Rahadi. Acara
seminar Alquran ini rutin diadakan setahun sekali. Ini merupakan seminar ketiga
dengan mengangkat tema “Sihir dan perdukunan di Era Modern dalam Perspektif
Alquran.”
Acara ini diprakarsai Lembaga
Tahfizh Al Quran Raudhatul Huffazh, Jakarta, bekerja sama dengan Himpunan
Pemuda dan Pelajar Masjid Al Ikhlash (HIPPMASH) dan Lembaga Pendidikan dan
Pelatihan Al Quran (LPLQ) Al Quran. Ketua Pelaksana Agus Rinaldi mengatakan, di
era modern praktik sihir sudah banyak yang memanfaatkan media-media massa dan
bentuknya pun terlihat seolah-olah sesuai dengan syariat Islam. ''Di titik inilah kami harus meluruskan soal
bentuk-bentuk sihir dan dukun agar umat bisa terhindar dari perilaku syirik dan
menyekutukan Allah," katanya. Panitia mengundang dua pembicara inti, yaitu
Syaikh Abdullah Al Habr (Dosen Hadits Universitas Ibn Suud, Riyadh, Arab
Saudi), dan Ustaz Fadhlan Abu Yasir (Ketua Asosiasi Ruqyah Syar'iyah). Selain
itu, ada juga sesi sharing yang mengundang Ustaz Kartolo (mantan dukun).
Tugas 2
(Tentang Era Globalisasi)
Globalisasi adalah suatu proses
tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Pada
hakikatnya globalisasi adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan,
kemudian di tawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada
suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa
di seluruh dunia.
Globalisasi ini berlangsung di semua
bidang kehidupan seperti di bidang politik, ekonomi,sos-bud, dan han-kam.
Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam proses
globalisasi. Perkembangan teknologi yang begitu cepat sehingga segala informasi
dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Pengaruh
dari era globalisasi di jaman sekarang dan di kalangan muda/remaja ;
-
Anak remaja jaman sekarang banyak yang meniru
berpakaian orang lain (bangsa barat), dan bahkan sampai menggunakan pakaian
yang minim-minim yang memperlihatkan bagian dalam tubuhnya. Kita boleh meniru
cara berpakaian bangsa barat tersebut asalkan tidak berlebihan dan selalu ingat
dengan budaya ketimuran kita.
-
Dalam teknologi kaum remaja sudah dapat mengakses atau
melihat-lihat jaringan internet, untuk mengetahui bagaimana dengan budaya
bangsa asing atau lainnya. Namun dengan adanya internet di salah gunakan oleh
remaja sekarang , dengan mereka melakukan menguploud video porno atau mereka
melihat video tersebut di warnet atau di komputer masing-masing yang sudah
menggunakan internet.
Antisipasi
Pengaruh Negatif Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme
Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme antara lain yaitu :
Langkah- langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme antara lain yaitu :
1.
Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal
semangat mencintai produk dalam negeri.
2.
Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila
dengan sebaik- baiknya.
3.
Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan
sebaik- baiknya.
4.
Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan
hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
5.
Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang
politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.
Dengan adanya langkah- langkah
antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis pengaruh globalisasi yang dapat
mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa. Sehingga kita tidak akan
kehilangan kepribadian bangsa.
Tugas 3 (Tentang Salah
Satu Tokoh wayang)
Tokoh
Wayang yang saya ambil pada artikel ini adalah Dewi Kunti
Foto
Di atas Adalah Wayang Dewi Kunti
Kunti atau Perta
juga merupakan tokoh penting dalam wiracarita Mahabharata.
Ia adalah puteri dari raja Surasena dari Wangsa. Dia
adalah ibu kandung tiga putera Pandawa yaitu, Yudhistira, Werkudara (Bima), dan
Arjuna. Kunti memiliki saudara yang bernama Basudewa yang tak
lain adalah ayah dari Baladewa, Kresna dan Subadra.
Selain memiliki anak dari Pandu, Kunti juga memiliki satu putera lagi yaitu
Karna.
Semasa bayi nama Kunti adalah Perta namun
kemudian ia diadopsi oleh Raja Kuntiboja yang tidak memiliki
anak dan semenjak itu ia diberi nama Kunti. Saat Kunti masih muda, ia diberi
mantra sakti oleh resi Durwasa agar mampu memanggil Dewa-Dewi
yang ia kehendaki. Suatu hari Kunti ingin mencoba mantra tersebut dan ia
memanggil salah satu Dewa yaitu Surya. Surya kemudian
menanyakan apa yang Kunti inginkan, namun karena hanya mencoba, maka Kunti
menyuruh Sang Dewa untuk kembali ke kediamannya. Karena Kunti sudah memanggil
Dewa Surya tetapi tidak menginginkan apapun, maka Surya memberikan Kunti
seorang putera. Namun Kunti tidak menginginkan putera saat itu, maka ia
menghanyutkan Karna di sungai Aswa. Bayi itu kemudian dipungut oleh
seorang kusir keraton Hastinapura yang bernama Adirata,
ia lalu memberi nama bayi itu Karna.
Kunti diperistri oleh Pandu,
raja di Hastinapura. Pandu juga menikahi Madri (Dewi
Madrim) sebagai istri kedua. Namun mereka tidak memiliki anak, ini
dikarenakan Pandu mendapat kutukan dari Resi Kindama, bahwa ia tidak akan bisa
membuat keturunan, dan bila itu dilakukan maka Pandu akan mati. Dengan mantra
yang dikuasai Kunti, maka ia memanggil para Dewa dan meminta putera dari
mereka. Datanglah Dewa Yama dan memberi putera pertama untuk
mereka yang diberi nama Yudhistira. Dari Dewa Bayu
lahirlah Bima, dan yang terakhir Dewa Indra lahirlah Arjuna.
Kunti kemudian memberitahu mantra tersebut kepada Madri. Madri behasil
memanggil Dewa Aswin dan mendapatkan putera kembar yang diberi
nama Nakula dan Sadewa. Kelima putera pandu itu dikenal
sebagai Pandawa.
Setelah kematian Pandu dan Madri, maka Kunti mengasuh kelima
putera tersebut sendirian. Dan sesuai janjinya kepada Madri, maka ia
memperlakukan Nakula dan Sadewa seperti puteranya sendiri. Kunti mengikuti
kemanapun puteranya pergi, termasuk ketika para Pandawa dalam masa
pembuangan,dia selalu menyertai kelima puteranya dalam suka maupun duka.
Setelah perang besar di Kurukhsetra (Bharathayuddha) usai,
Kunti bersama ipar-iparnya yang lain seperti Dretarastra (Ayah
Korawa), Widura, dan Gandari (Ibu Korawa)
meninggalkan kehidupan duniawi. Mereka bertapa di hutan, sampai akhir hayatnya
dengan terbakar api suci mereka sendiri.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar